cerpen
Aku anak rohis, selalu optimis nada
dering handphoneku nyaring memenuhi kamar. Sesegera ku angkat karena memang
letak handphoneku tak jauh.
Assalamu’alaikum
sapaku ramah, ternyata dari bapak tempatku mengajar les.
Wa’alaikumsalam, mbak bisa ngelesi
anak SMA di kantor tiap hari selama 7 hari? Terserah waktunya kapan mbak bisa,
kata bapaknya dari seberang.
Oh
insyaallah bisa pak balasku.
Namanya Vian mbk, mulai besuk ya
ngajarnya?
Iya pak, terimakasih
. Sambungan telepon pun dimatikan. Wah cepat sekali, pikirku.
Mbak siswanya sudah datang waktu
aku keluar dari ruang kuliah SMS mulai memberondongku. Siap berangkat, aku
bergegas karena letak tempat kuliah dan tempatku ngajar agak jauh mungkin 10
menit jalan kaki. Aku sedikit berlari, agar siswa baru itu tak terlalu lama
menunggu.
Aku
memasuki pintu tempatku mengajar seperti biasa. Terlihat sepi, hanya ada satu
anak laki-laki. Aku sedikit binggung tadi kata bapaknya siswaku namanya Vian
sudah hadir tapi aku hanya melihat satu anak laki-laki aku kira yang namanya
Vian adalah seorang cewek. Segera ku sapa anak itu karena kelihatan bosan
menunggu seseorang.
“Maaf,
apa adik yang namanya Vian?”,sapaku ramah dan bersahabat, senyumpun terus
berkembang.
“Hem,
iya .Mbak Nila ya?”, jawabnya riang, mungkin terlalu lama menungguku dan tahu
aku sudah datang.
“Iya
dik, maaf ya mbak terlambat tadi abis keluar kelas”.
“Oh
iya mbak ndak apa-apa kok, santai aja. Dimulai sekarang mbak?”, jawabnya masih
riang, kelihatannya dia anak yang genius dan bersahabat. Pakaiannya santai,
modis dan ramah.
“Iya,
mari dik”, setelah berdoa aku segera memulai aksiku megajar. Aku sedikit
terkejut ternyata aku hanya diberi waktu 7 hari untuk mengajar matematika dan
menghabiskan seluruh materi untuk UN sedangkan dia sama sekali belum
mendapatkan materi di SMA karena memang dia dari pondok pesantren.
Hari pertama aku banyak diskusi dan sedikit memberi
materi juga latihan soal. Tapi kelihatan dia senang belajar dan mulai menerima
dengan pengajarnya. Aku harus bersiap untuk mengajar lagi besuk, semuanya aku
persiapkan mulai dari pembagian materi hingga latihan soal serta tugas
untuknya.
Hari keduaku mengajar, dia semakin tenang dan tidak
canggung lagi. Ada sedikit gurauan kecil dan bercandaan agar tidak bosan di kelas.
“Mbak dari pondok juga ya?”, tiba-tiba dia bertanya di
tengah pelajaranku.
“Bukan,
mbak belum pernah merasakan belajar di pondok, sekolah umum semua dik, ada apa
memangnya?”, jawabku santai dan masih terus melanjutkan menulis soal.
“Pakaian
mbak kaya anak pondok aja”, aku hanya tersenyum. Memang aku memakai jilbab
lebar, rok dan kaos kaki tapi itu semua untuk menutup aurat.
Hari
kedua lancar dia semakin mudah menerima pelajaranku. Perkembangannya mulai
terlihat soal yang aku berikan digasaknya habis meski sering-sering bertanya.
Sekarang waktu ku memnag tersita, aku juga harus memastikan pelajaran Vian dan kuliahku
sendiri. Selesai aku mengerjakan tugas segera aku membuat soal dan mencari
materi yang akan aku berikan pada Vian esuk harinya.
Hari
ketiga jadwalku berubah. Karena tidak ada jadwal pelajaran lain Vian minta
waktu dipercepat, sedangkan aku juga tidak ada kuliah.
“Hobby
mbak apa?”, tanyanya sambil menyalin catatanku.
“Apa
ya? coba tebak deh”, jawabku santai tapi masih memperhatikan pelajaran.
“Hem,
pasti baca buku”, aku tersenyum, banyak yang benar kok kalau nebak hobbyku.
“Iya
tapi mbak juga suka nulis”.
“Nama
lengkap mbak siapa?”, dia mulai cerewet dari kemarin.
“Nilatus
Syifa, kalau kamu?”, aku gantian bertanya padanya.
“Marsekal
Kevianto, mbak tau gak artinya apaan?”, tanyanya lagi padaku.
Aku
hanya menggeleng sambil tersenyum. “Aku ada tugas buat mbak, jadi bukan hanya
mbak saja yang bisa buat tugas buat aku. Coba mbak cari arti dari marsekal,
ok”, wah-wah dia mulai berani sama aku, pikirku sambil tersenyum tanda
mengiyakan.
Waduh
tugasku tambah banyak, buat tugas untuk kuliah, cari materi dan buat soal
ditambah harus cari arti dari marsekal. Aku coba buka internet, ternyata
marsekal sejenis pangkat di militer. Ah mungkin ayahnya orang militer pikirku.
Hari
keempat aku mulai siap-siap untuk mengajar, juga jawaban dari marsekal.
Tiba-tiba nada dering SMS ku bunyi.
Mbak suka juice?
Suka jawabku
cuek, sms dari Vian
Mbak suka juice apa?
Hampir semua suka, tapi paling suka
jambu biji
Ok dah, 5 menit lagi aku sampai
tempat les mbak tunggu aku ya
Ya. Aku
juga belum berangkat masih asik di kontrakanku.
Beberapa
menit aku sampai tempat les, dia sudah ada disana. “Sudah siap menerima
materi?”, tanyaku memulai.
“Sudah
siap donk mbak yang cantik, oh iya ini ada juice jambu biji kesukaan mbak
Nila”.
“Lho
kenapa dibelikan juice, mbak kan gak minta Vian”, tanyaku masih binggung.
“Gak
apa-apa mbak”, sambil senyum-senyum dan memandangku.
Mulai
kemarin pandangannya tajam ke arahku, sering aku menghindar atau menutup mukaku
dengan buku karena malu dipandang terus.
“Mbak
udah ketemu arti marsekal?”.
“Udah
donk”, aku sedikit sharing dengan dia.
“Mbak
kenapa sih malu kalau aku liatin”.
“Kamu
juga sih masa liatin gurumu kaya liatin pacarmu gitu, sudah-sudah nanti materi
dan soal-soal kita gak kelar lagi”, kataku mengalihkan saat dia mulai
memandangku lagi.
Aku
mulai risih dengan tingkahnya yang mulai memandangku tajam seakan-akan aku
bukan gurunya tapi pacarnya.
Mamasuki
hari kelima, aku mulai menghitung berapa materi yang sudah didapatkan Vian dan
kemampuan Vian sampai mana. Tapi dia banyak perubahan mulai bisa menyesuaikan
diri dalam menghadapi soal-soal. Hari ini pun Vian membawakanku juice jambu
biji. Padahal aku tak memintanya sama sekali.
“Wah
hujan mbak, nunggu reda dulu yuk mbak”, akhirnya aku menunggu hujan reda karena
memang hujan turun cukup deras.
Dia
mulai cerita tentang kehidupannya di pondok. Ternyata dia hafidz, penghafal
Al-Qur’an. Dia juga menceritakan tentang keluarganya.
“Emang
kamu udah hafal berapa juz, sudah semuakah?”, tanyaku kagum padanya, padahal
dari penampilan dia tidak kelihatan anak pondok apalagi hafidz.
“Itu
rahasia mbak, kalau aku bongkarin nanti yang tak hafal hilang lagi, apalagi
kalau liat mbak yang cantik hafalanku bisa-bisa hancur semua ini”, katanya
sambil senyum-senyum memandangku lagi.
“Ya
makanya jangan liatin aku kaya gitu Vin, kok aku lebih enak manggil kamu Kevin
ya daripada Vian”.
“Ya
udah panggil Kevin aja, lagian aku biasanya juga dipanggil Kevin kok mbak”.
“Oh
iya kok kamu bisa sampai Malang ceritanya gimana? Bukannya asalmu Bali dan
pondokmu Jawa Tengah ya?”, tanyaku heran sedikit berpikir dia anak pondok apa
petualang.
“Kaya
petualang ya mbak? hehehe. Aku tu gak boleh sekolah di Bali karena pergaulannya
buruk, akhirnya aku pondok di Kuningan Jawa Tengah tapi untuk ikut UN ini aku
sementara dipindah ke Malang. Adikku yang aku certain itu juga mondok di Malang
kok mbak. Tapi udah hampir tiap daerah udah aku kunjungi tempat wisatanya. Baru
tiga hari di Malang aja aku udah naklukin Bromo sama Semeru dan wisata alam
kota Batu mbak. Pasti kalau mbak belum pernah ke Bromo ya apalagi Semeru? hahaha
”, ceritanya sambil ngejek aku.
“Emang,
mbak jarang jalan-jalan kan tujuannya kesini kuliah bukan jalan-jalan”,
balasku.
“Iya-iya
mbak”. Hujanpun sudah mulai reda tapi masih menyisakan rintik-rintik air.
“Mbak
aku anterin aja ya pulangnya”, tawarnya padaku.
“Ndak
usah dik, kontrakan mbak lo di gang sebelah deket kok”, aku segera meninggalkan
tempat les.
Aku
mulai mempersiapkan materi Vian untuk hari keenam dan ku perkirakan materi hari
ini selesai dan besuk tinggal latihan soal UN. Vian semakin rajin mengsms ku,
entah tanyain pelajaran atau hal-hal pribadi
Makanan kesukaan mbak apa?dia
mulai mengsmsku
Apapun suka
Yang paling disukai apa?
Rujak
Hari
keenam hampir terlewati.
“Mbak
ini makanan kesukaan mbak kan”, kali ini dia membawakanku rujak.
Aku
mulai membahas dan selesaikan semua materi dia juga sedikit curhat dengan guru
mata pelajaran yang lain, karena sering gonta-ganti guru dia tidak terlalu
memahami pelajaran.
“Cuma
matematika mbak yang aku fahami, paling biologi belajar sendiri dari baca-baca,
fisika sama kimia ku entahlah mbak gurunya gak enak kaya mbak gitu sih”,
curhatnya padaku.
“Oh
iya ini materinya udah selesai jadi besuk tinggal latihan soal ya, lagian besuk
pertemuan terakhir kitakan?”, kataku.
“Wah
besuk sudah pertemuan terakhir, cepet sekali ya mbk. Akhirnya aku bisa ngrasain
sekolah di SMA untuk pelajaran matematika”, dia kelihatan sangat senang.
“Mbak
tau gak aku tu hanya punya 3 guru cewek lo”, dia mulai lagi curhatnya.
“Cuma
tiga, siapa aja?”, tanyaku yang sedikit penasaran.
“2
guruku di SD waktu di Bali dan mbak. Jadi kalau hafalanku buyar semuanya karena
mbak lo ya. Soalnya aku juga belum pernah pacaran mbak”.
“Lhoh
kok mbak sih yang disalahin”, aku mulai tak terima tapi dia malah
senyum-senyum.
“Mbak
hari ini aku anterin pulang ya?”, pintanya lagi.
“Ah
ndak usah kontrakan mbak tu deket dik”, lawanku.
Hari
terakhirku ngajar Vian. Harus maksimal untuk hari ini.
“Vin
hari ini kan hari terakhir les matematika, jadi mbak mau nilai matematikamu
nanti tidak mengecewekan”.
“Wah
siap mbak, kalau nilai matematikaku lebih dari nilai matematika mbak dulu mau
dikasih apa hayo?”.
“Ada
deh, kejutan kalau nilaimu bisa mengungguli nilai mbak. Oh iya setelah lulus
kamu mau lanjut kuliah dimana?”, tanyaku.
“Aku
pokonya boleh minta sesuatu ya, aku gak mau lanjutin kuliah mau main-main ke
seluruh dunia aja, petualang lebih dulu deh. Udah 7 tahun aku terkungkung di pondok dan kerjaan ku cuma hafalan aja
capek mbak jadi aku pengen asik-asikan dulu”.
Setelah
semuanya kelar aku menyerahkan beberapa soal untuk bekal Vian dipondok dan
sebelum UN berlangsung.
“Mbak
kalau aku mau ketemu mbak dimana ya?”.
“Emang
kamu mau ketemu mbak lagi setelah lulus?”.
“Lhoh
iya donk mbak, mbak nanti makan di luar yuk sekalian aku antar mbak pulang kan
hari terakhir”.
“SMS
aja kalau mau ketemu, maaf ya mbak ndak bisa harus cepet-cepet pulang apalagi
udah sore”.
Hari
ini hari terakhir les dengan Vian, bukan berarti hari perpisahan mungkin akan ada
pertemuan kembali dengan sosok yang hebat seorang hafidz yang ku kagumi. Dan
aku memang tidak mau keluar dengannya walau hanya untuk makan, aku tak mau
menyiksanya dengan nafsunya bisa-bisa dia lupa dengan hafalan Al-Qur;annya
gara-gara aku. Meskipun kami tidak lagi bertemu dia masih SMS. Kenangan indah
bersama salah satu siswaku. Terakhir aku tau nilai UN matematikanya 80 tapi
masih belum bisa mengungguliku, Jadi aku yang menang. MISS U Vin